As Salam atau Bai’us salam adalah transaksi jual beli dengan pembayaran di depan, sedang barang yang sifat sifatnya sudah jelas sierahkan di kemudian hari (payment in advence).
Objek dan Syarat Syarat Salam
Fuqaha sepakat bahwa salam itu untuk semua barang yang ditukar atau ditimbang; berdasarkan hadis shahih dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu ia berkata:
قَدِمَ النّبيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِيْنَةَ وَهُمْ يُسْلِمُونَ فِي التَّمْر السَنَتَيْنِ وَالثَّلاَثَ٬ فقال رَسُولُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَسْلَفَ فَلْيُسْلِفْ فِيْ ثَمَنٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ.
“ Nabi saw datang ke madinah, dan pada saat itu orang banyak sedang mengadakan salam pada tamar untuk jangka waktu dua dan tiga tahun. Maka Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa mengutangkan, hendaklah ia mengutangkannya dalam harga yang diketahui (jelas) dan timbangan yang diketahui (jelas) hingga masa yang diketahui (jelas).’” (HR Bukhari dan Muslim)Fuqaha tidak setuju mengenai dilarangnya salam terhadap barang barang yang tidak berada dalam tanggungan, yakni rumah dan tanah pekarangan. Mereka berselisih tentang barang barang selain itu, yakni barang barang dagangan dan hewan.
Dawud dan sekelompok fuqaha zhahiri melarang, berdasarkan lahir hadis tersebut. Adapun jumhur fuqaha membolehkan salam pada barang barang yang dapat ditentukan sifat dan bilangannya. Selanjutnya, mereka juga berpendapat tentang mana yang dapat ditentukan dan mana yang tidak dapat ditentukan sifat sifatnya? Yang diantaranya ialah hewan dan hamba.
Malik, Syafi’i, Auza’i, dan al Laits berpendapat bahwa salam pada kedua barang tersebut dibolehkan. Pendapat seperti ini juga dikemukakan oleh Ibnu Umar dari kalangan sahabat. Abu Hanifah, ats Tsauri, dan fuqaha irak melarang salam pada hewan; dan ini pendapat Ibnu Mas’ud. Dari Umar r.a. ada dua pendapat berkenaan dengan persoalan ini.
Fuqaha irak mendasarkan pendapatnya pada hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a.:
أَنّ النّبيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ السَّلَفِ فِي الْحَيَوَانِ
“ Sesungguhnya Nabi saw. melarang salam pada hewan.” (HR Bukhari dan Abu Dawud)Menurut golongan pertama, hadis ini dha’if.
Boleh jadi, mereka juga beralasan dengan larangan Nabi saw. terhadap penjualan hewan dengan hewan secara bertempo. Fuqaha yang membolehkan salam pada hewan berpegangan pada hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a.:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يُجَهِّزَ جَيْشًا فَنَفِدَتِ اْلإِبِلُ٬ فَأَمَرَهُ أَنْ يَأْخُذَ عَلَى قِلاَصِ الصَّدَقَةِ فَأَخَذَ الْبَعِيْرَ بِالْبَعِيْرَيْنِ إِلَى إِبِلِ الصَّدَقَةِ
“ Sesungguhnya Nabi saw. menyuruh dia untuk menyiapkan tentara, maka habislah unta unta. Lalu beliau menyuruh dia untuk mengambil unta unta zakat yang tinggi kekar. Kemudian ia mengambil seekor unta dengan dua ekor unta hingga sampai (masanya) untuk zakat.” (HR Abu Dawud)Juga Hadis Abu Rafi’:
أَنّ النّبيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِسْتَسْلَفَ بَكْرًا
“ Sesungguhnya Nabi saw. meminjam (salam) unta muda. ” (HR Muslim dan Abu Dawud)Mereka berpendapat bahwa kesemuanya ini menunjukkan tetapnya salam dalam tanggungan.
Dengan demikian, silang pendapat diantara fuqaha disebabkan oleh dua hal. Pertama, adanya pertentangan hadis hadis dalam masalah ini. Kedua, ketidak jelasan hewan dalam hal ini dapat dan tidak dapatnya ditentukan dengan sifat. Bagi yang melihat adanya perbedaan hewan dalam hal kejadian dan sifat sifatnya, khususnya sifat kejiwaan, menyatakan bahwa hewan itu dapat ditentukan. Sedang bagi yang melihat adanya kesamaan antara hewan hewan itu, menyatakan bahwa hewan tidak dapat ditentukan.
Silang pendapat diantara fuqaha juga terjadi dalam hal telur, air, susu, dll. Abu Hanifah tidak membolehkan salam pada telur, sedang Malik membolehkan dengan hitungan.
Demikian pula pada daging, kepala dan kikil, Malik membolehkannya. Tetapi Abu Hanifah melarangnya. Dan dalam hal ini pendapat Abu Hanifah berbeda dengan Syafi’i. Malik juga membolehkan salam pada perhiasan dan permata, tetapi Syafi’i melarangnya.
Yang menjadi sasaran dari beberapa persoalan di atas hanyalah pokok pokok aturan syariat, bukan menghimpun persoalan persoalan kecil; karena jumlahnya tak terhitung.
No comments:
Post a Comment