Selamat Datang di Blogku..jangan lupa tinggalkan jejak..^^, Semangat !! untuk jadi ahli ekonomi islam!! Selamat datang dalam kehidupanku, sebuah cerita dari perjalananku mencari sebuah arti hidup.

Monday, 29 March 2010

Meluruskan Persepsi Keliru Terhadap Sistem Ekonomi Islam

Ketika krisis moneter merembet kepada krisis ekonomi terjadi mulai pertengahan tahun 1997, masyarakat melihat suatu realita bank syari’ah di Indonesia tetap tegar menghadapi badai krisis. Ini menunjukkan suatu fenomena unik di tengah keambrukan perbankan nasioanal.

Sejak saat itu, wacana ekonomi Islam semakin berkibar, terutama di kampus-kampus yang memiliki fakultas ekonomi. Seminar-seminar ekonomi Islam baik tingkat lokal maupun nasional mulai banyak digelar.

Namun di tengah bergulirnya wacana ekonomi Islam dan semangat sebagian kaum muslimin untuk kembali kepada Islam, diikuti dengan timbulnya kesalahan persepsi dalam melihat ekonomi Islam itu sendiri. Mereka berpandangan bahwa ekonomi Islam merupakan hanya suatu perekonomian non riba plus zakat yang ditandai dengan bank syari’ah dan BMT (Baitul Mal Tanwir) ataupun BPR syari’ah. Di samping itu aspek moral dan kejujuran dalam kegiatan bisnis/ perdagangan menjadi ciri khasnya.

Berbicara tentang ekonomi Islam, maka kita akan membincangkan suatu sistem yang mengatur permasalahan ekonomi, baik dalam aspek mikro maupun makro, yang berdasarkan kepada syari’at Islam. Suatu hal yang pasti, sumber pemikiran ekonomi Islam adalah aqidah dan ideologi Islam. Sehingga ekonomi Islam bersifat khas, unik dan berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis ataupun sistem ekonomi sosialis/komunis.

Kekhasan Ekonomi Islam Yang Membedakannya Dengan Sistem Ekonomi Lainnya

1. Ekonomi Islam memisahkan pembahasan ilmu ekonomi dengan sistem ekonomi.

Hal-hal tentang pengadaan dan produksi barang/jasa merupakan bagian dari ilmu ekonomi. Dengan demikian ilmu ekonomi hanya sebagai teknologi dan sains murni yang mempelajari bagaimana manusia dapat meningkatkan, mengembangkan produksi baik dari segi kuantitas dan kualitas serta berlangsung dengan efisien dan efektif. Sehingga ilmu ekonomi termasuk ilmu alam yang tidak dipengaruhi oleh ideologi atau nilai-nilai pandangan hidup tertentu dan bisa dimiliki oleh bangsa atau umat manapun tergantung kemampuan manusia dalam mengolah dan mengembangkan ilmu alam.

“(Dan) Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya.”(Qs. al-Jaatsiyah [45]: 13).

Dalam suatu riwayat Nabi Saw pernah memberi nasihat kepada orang yang melakukan penyerbukan kurma. Setelah orang tersebut mengikuti nasihat Nabi Saw ternyata ia mengalami kegagalan panen. Kemudia orang tersebut menyampaikannya kepada Nabi Saw, beliau bersabda:

“Kalian yang lebih tahu tentang (urusan) dunia kalian.” [HR. Muslim dari Anas ra.].

Maksudnya adalah urusan tentang masalah bagaimana teknik memproduksi dan meningkatkan kualitas barang dan jasa, Nabi menyerahkan sepenuhnya kepada manusia. Di sinilah Islam memberikan kebebasan kepada manusia dalam mengembangkan ilmu ekonomi sebagai sains murni.

Dalam pembahasan sistem ekonomi yang sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup, maka Islam mengaturnya. Sistem ekonomi Islam mengatur tentang: tata cara perolehan harta (konsep kepemilikan); tata cara pengelolaan harta mulai dari pemanfaatan (konsumsi), pengembangan kepemilikan harta (inivestasi); serta tata cara pendistribusian harta di tengah-tengah masyarakat.

Semua tata cara tersebut diatur menurut syari’at Islam. Dalam bahasa yang sederhana, bagaimana kita memperoleh dan mengelola harta, tidak boleh ada unsur riba, judi, penipuan, dan lain-lainya. Transaksi-taransaksi yang terjadi harus sah menurut Islam dan jenis usaha yang dilakukanpun harus jenis usaha yang halal.

Pendistribusian harta di masyarakat merupakan perkara yang sangat penting. Hal ini disebabkan Islam memandang permasalahan ekonomi muncul jika individu-individu tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok hidupnya yang meliputi pakaian, makanan, perumahan, pendidikan dan kesehatan serta jaminan keamanan. Maka jalan pemecahannya adalah dengan mengatur pendistribusian harta di tengah-tengah masyarakat agar berjalan dengan adil dan benar dan negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap warga negaranya.

Jadi masalah pokok ekonomi adalah jika ada manusia apalagi banyak manusia yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.

Masalah pokok ekonomi tidak terletak pada faktor kelangkaan. Misalkan saja di Inidonesia, sebagian besar anggota masyarakat masih banyak yang miskin. Apakah permasalahan tersebut timbul karena faktor kelangkaan barang dan jasa di Indonesia? Tidak! Karena kita bisa melihat banyak anggota masyarakat yang miskin tetapi kita juga bisa melihat banyak orang yang mempunyai kekayaan yang sangat berlebihan dan kita juga bisa melihat banyak sumber daya-sumber daya (resources) yang tersedia dengan melimpah, namun banyak anggota masyarakat yang tidak mampu memanfaatkannya karena kemiskinannya.

Jelas, sumber permasalahan ekonomi tersebut bukan faktor kelangkaan. Penyebab yang sebenarnya karena pemerintah tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap warga negaranya dan negara tidak mengatur pendistribusian akan barang serta pendapatan dengan benar dan adil, malah mencari jalan keluar dengan cara kapitalis yakni dengan mengejar pertumbuhan ekonomi dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada segilintir orang pemilik kapital untuk menguasai aset-aset milik rakyat (barang-barang publik) dan melakukan monopoli, serta menggencet jalan mayoritas masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Pemisahan pembahasan antara ilmu ekonomi dengan sistem ekonomi inilah yang menjadi salah satu pembeda sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis.

2. Sistem ekonomi Islam hanya bisa diterapkan jika daulah Khilafah Islamiyah sudah ditegakkan.

Penerapan sistem ekonomi Islam merupakan bagian integral dari penerapan syari’at Islam sehingga sistem ekonomi Islam merupakan bagian yang tak terlepaskan dengan syari’at-syari’at Islam lainnya. Penerapan syari’at Islam dalam perekonomian merupakan suatu kewajiban seperti halnya kewajiban setiap muslim untuk melaksanakan shalat, puasa, zakat dan haji. Sehingga tidak patut bagi kita dalam kegiatan ekonomi mengabaikan syari’at Islam dengan mengambil, melaksanakan dan mengagungkan sistem ekonomi lainnya yang berlandaskan hukum kufur.

“(Dan) tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (Qs. al-Ahzab [33]: 36).

“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Qs. al-Maa’idah [5]: 50).

Konsekwensi logis dari upaya penerapan sistem ekonomi Islam maka negara atau daulah harus menerapkan syari’at Islam secara menyeluruh termasuk sistem negaranya. Karena itu, penegakkan daulah yang berlandaskan islam merupakan syarat mutlak bagi adanya sistem ekonomi Islam. Sebab tidak mungkin sistem ekonomi Islam dapat diterapkan oleh negara yang tidak melaksanakan sistem Islam.

Alasan lainnya bahwa sistem ekonomi Islam membutuhkan negara, karena negara mempunyai kekuatan untuk menerapkan sistem ekonomi. Negara lah yang menjadi pelaksana sistem ekonomi. Dengan adanya daulah(negara), maka pengaturan perekonomian secara makro dan mikro dapat dilakukan dengan sempurna sehingga sistem ekonomi Islam membawa efek yang sempurna pula bagi kesejahteraan negara dan masyarakat.

3. Kegiatan ekonomi Islam didasarkan pada halal dan haram, bernilai ibadah serta membawa maslahat.

Setiap muslim yang meyakini kebenaran akidah Islam, menjadi kewajiban bagi semuanya untuk selalu terikat dengan hukum syara’ (syari’at islam) ketika melakukan perbuatan dengan hanya berdasarkan standar halal dan haram yang sudah digariskan oleh Allah SWT. Maksudnya kita semua wajib melaksanakan segala perintah Allah SWT (perbuatan halal) dan menjauhi segala larangan-Nya (perbuatan haram).

Maka dalam melakukan kegiatan ekonomi pun kita wajib terikat dengan hukum syara’, yaitu harus memilih dan melakukan kegiatan ekonomi yang halal dan meninggalkan serta menghancurkan kegiatan ekonomi yang diharamkan oleh Allah SWT. Hal ini sebagai implimentasi dari aqidah Islam setiap muslim, sebagai wujud ketaatan dan bagian dari ibadah kepada Allah. Di sisi Allah SWT, tindakan/perbuatan tersebut mempunyai nilai yang menjadi bekal akhirat nanti.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Qs. al-Baqarah [2]: 277).

No comments:

Post a Comment