Wahai Syaikh Al-Azhar! Jika Kecaman Dan Kutukan Sudah Tidak Berguna, Mengapa Anda Tidak Menyerukan Pengiriman Pasukan Untuk Membebaskan Palestina Dan Al-Aqsha
Al-Quds Al-Arabi mengutip dan mempublikasikan penolakan Syaikh Al-Azhar yang baru, Dr. Ahmad Muhammad al-Tayeb untuk mengecam pelanggaran Israel terhadap Masjid al-Aqsha dan tempat-tempat suci Islam. Dan ia menjelaskan alasan sikapnya itu, bahwa kecamannya tidak akan menghasilkan hal baru apapun yang diinginkan.
Al-Tayeb, yang baru saja diangkat menjadi Syaikh Al-Azhar melalui keputusan presiden Mesir mengatakan bahwa kecaman dan kutukan atas kejahatan Israel adalah tahshîlul hâshil (melakukan sesuatu yang hasilnya sudah jelas), tidak ada nilainya, dan tidak akan menghasilkan apa-apa.
Ia menambahkan bahwa ada kaidah Al-Azhar yang mengatakan bahwa “tahshîlul hâshil muhâl (menginginkan sesuatu yang berbeda dari sesuatu yang sudah jelas itu tidak mungkin)”. Untuk itu, pembicaraan terkait masalah al-Quds (Yerusalem), dan apa yang terjadi pada tempat-tempat suci di sana, serta agresi atas masjid, akan berlangsung tanpa ada nilai (hasil), sehingga hal ini menjadi buang-buang waktu saja. Bahkan ia bersikeras menolak permintaan wartawan agar mengeluarkan komentar apapun terkait berbagai pelanggaran yang terjadi.
Sesungguhnya, kedudukan para ulama dalam Islam merupakan kedudukan yang agung. Sungguh, al-Qur’an telah memuji mereka dengan mengatakan: “Yang takut kepada Allah dari para hamba-Nya itu hanyalah para ulama” (TQS. Fâthir [35] : 28). Para ulama merupakan pewaris para nabi, dimana di pundak mereka ada tanggung jawab mengemban risalah Islam kepada semua manusia; mengoreksi para penguasa; melakukan amar makruf nahi munkar; dan mendampingi tentara melakukan penaklukan.
Dan demikianlah keberadaan ulama salaf (ulama generasi awal). Mereka menolak untuk berdiri—apalagi mengemis—di depan pintu penguasa. Akan tetapi, para penguasalah yang mendatangi para ulama untuk meminta nasihat dan mengambil pendapatnya. Sungguh, para ulama telah mendampingi para tentara Islam untuk melakukan penaklukan; mereka menyebarkan Islam, menjalankan keadilan, dan menorehkan lembaran-lembaran cahaya untuk ditulis dalam neraca kebaikannya di hari kiamat.
Namun, Syaikh al-Azhar, yang telah membiarkan dirinya menjadi anggota partai sekuler yang berkuasa itu tidak mendengar, atau tidak ingin mengingat tentang Izzuddin bin Abdus Salam Bâ’iul Mulûk, serta tidak ingin mengingat al-Qadhi al-Fadhil yang mendampingi an-Nashir Shalahuddin ketika berperang untuk membebaskan al-Quds (Yerusalem).
Wahai Syaikh Al-Azhar! Sesungguhnya perkataan Anda bahwa “kutukan dan kecaman terhadap kejahatan entitas Yahudi tidak akan pernah mengakibatkan sedikitpun perubahan yang diinginkan,” adalah perkataan benar untuk tujuan bathil (kalimatu haqqin yurâdu bihi bâthil). Jika memang Anda tulus dan benar, tentu Anda akan berdiri dan berkata dengan benar terkait para penguasa Mesir yang telah mendatangkan berbagai kecelakan, menerapkan sistem kufur, berpartisipasi dengan entitas Yahudi dalam pengepungan Gaza, dan membangun dinding baja di perbatasan Mesir dengan Jalur Gaza; dan sebelumnya mereka menjamu Livni, seorang menteri entitas Yahudi, dimana di Kairo itulah Livni mengumumkan perang terhadap Gaza.
Wahai Syaikh! Sesungguhnya Anda tahu apa yang diperlukan untuk mengubah realita yang diwajibkan terkait Palestina, warga Palestina, dan Masjid Al-Aqsha al-Mubarak. Sesungguhnya Anda tahu bahwa Palestina adalah tanah yang diduduki oleh entitas Yahudi, banyak melakukan kerusakan, dan berencana untuk menghancurkan Masjid Al-Aqsha. Dan sekarang! Mengapa Anda tidak menyeru untuk pembebasan Palestina, seluruh Palestina; dan mengapa Anda tidak meminta penguasa Mesir agar mengirim tentara untuk menolong Al-Aqsha dan warga Palestina, serta berbuat seperti yang dilakukan al-Qadhi al-Fadhil, lalu mendampingi tentara melakukan penaklukan.
Jika Anda sendiri mengatakan bahwa ini tidak mungkin, dan tidak akan mungkin didapatkan melalui kekuasaan para penguasa Mesir; dan Anda telah menggunakan kaidah seperti yang Anda sebutkan, “tahshîlul hâshil muhâl (menginginkan sesuatu yang berbeda dari sesuatu yang sudah jelas itu tidak mungkin)”, maka Anda harus meminta tentara Mesir untuk menggulingkan rezim Mesir, dan menegakkan hukum Allah di bumi, dan membaiat seorang Khalifah untuk kaum Muslim yang akan memerintah berdasarkan Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya, memimpin pasukan untuk membebaskan Palestina, serta negeri lainnya yang diduduki kaum kafir. Dengan demikian, maka tanggung jawab Anda di hadapan Allah dan kaum Muslim telah Anda laksanakan, sehingga Anda layak meraih kemuliaan di dunia dan di akhirat.
“(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan.” (TQS. Al-Ahzab [33] : 39).
Ir. Ahmad Al-Khatib
Anggota Media Informasi Hizbut Tahrir di Palestina
12 Rabi’uts Tsani 1431 H.
04 April 2010 M
Tuesday, 6 April 2010
Komentar Politik : Syaikh Al Azhar yang Baru Tolak Kecam Pelanggaran Israel
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment